Friday, August 12, 2011

Endang W. Puspoyo: Melestarikan Layang-layang Tradisional Indonesia


Lebih dari dua puluh tahun ahli kecantikan ini mencoba melestarikan layang-layang tradisional Indonesia dengan mendirikan Museum Layang-Layang. Sebuah manifestasi atas rasa cintanya yang sangat mendalam terhadap layang-layang. Berikut petikan wawancara Virgina Veryastuti dengan pendiri museum layang-layang Endang E. Puspoyo.

Awal mula menekuni dunia layang-layang?

Kalau kita melihat layang-layang itu adalah salah satu khasanah budaya yang harus dilestarikan. Pada saat saya mulai 20 tahun lalu, layang-layang tidak semeriah seperti saat ini. Layangan masih terbatas, saya kemudian belajar secara otodidak bagaimana membuat sebuah layangan dari mulai yang sederhana hingga tiga dimensi. Saya belajar membuat layang-layang dengan cara melepas semua komponen yg terdapat pada layang-layang dan kemudian dibuat kembali. Saya melihat bahwa ternyata layang-layang sangat mudah dibuat tapi anehnya kenapa tidak banyak orang yg berkecimpung dibidang itu. Itulah yang kemudian membuat saya tertarik dan akhirnya saya sudah tidak bisa lari dari dunia layang-layan. Saya mengenal layang-layang pada saat saya masih kecil dimana tidak ada permainan anak-anak secanggih sekarang, karena kakak saya laki-laki kemudian saya terbawa untuk mengikuti mereka bermain layang-layang. Pada saat itu usia saya 8 tahun, tapi setelah itu hingga menginjak dewasa saya tidak pernah lagi bermain layangan hingga suatu hari saya tertarik kembali pada dunia layang-layang dan tetap menekuni bidang kecantikan.

Menurut Anda yang menarik dari dunia layang-layang?

Dunia layang-layang sarat dengan filosofi di dalam kehidupan. Layang-layang itu seperti manusia memiliki tangan, kepala, badan, kaki dan bahkan roh. Layang-layang yang dibuat dengan perhatian yang besar dan keyakinan bahwa layang-layang itu bisa terbang dan mempunyai daya tarik dan cantik dengan warna-warni. Disanalah kita mendapat kenikmatan ketika membuat layang-layang yang cantik dan bisa terbang dengan melenggak-lenggok di angkasa. Di beberapa daerah seperti di Bali, pada saat-saat tertentu mereka menerbangkan layang-layang, dimana mereka percaya bahwa ketika kita menerbangkan layang-layang yang cantik dan indah, maka dewa-dewa akan memberikan anugrah. Layang-layang juga merupakan budaya kehidupan mereka sehari-hari dan ucapan syukur atas berkah kesuburan tanah. Di kota-kota lain hampir diseluruh Indonesia juga layang-layang memiliki arti sendiri.

Perkembangan dunia layang-layang di Indonesia?

10 tahun belakangan ini, saya melihat sudah mulai ada perkembangan yang kearah inovatif. Dimana perkembangannya telah mengindikasi kearah modernisasi. Namun demikian, layang-layang tradisional harus dipertahankan sehingga saya akan tetap melestarikan.

Bagaimana cara Anda melestarikan layang-layang tradisional?

Sudah sembilan belas tahun saya mengajar di sekolah-sekolah asing dan sekolah luar biasa. Pada awalnya sekolah formal tidak mendapat respon karena mungkin masing tidak memandang perlu belajar mengenai layangan. Dengan adanya museum, anak-anak yang berkunjung secara tidak langsung mereka belajat melestarikan layang-layang. Alhamdulillah saat ini di setiap bulan sekitar 5000-6000 anak-anak sekolah datang ke museum bahkan di akhir pekan banyak keluarga yang berkunjung ke museum ini. Rasanya sangat membanggakan karena usaha saya 20 tahun lalu telah membuahkan hasil. Dalam waktu dekat saya akan mengeluarkan buku baru lagi mengenai cara pmbuatan layang-layang tradisional. Sudah ada empat buku saya mengenai layang-layang yaitu Layang-layang adalah salah satu khasanah budaya bangsa, Layang-layang Indonesia yang terbit dalam dua bahasa Inggris dan Indonesia dan buku Teknik Pembuatan Layang-layang.

Latar belakang mendirikan museum layang-layang?

Kesadaran saya bahwa layang-layang adalah salah satu budaya yang harus kita lestarikan dan sebagai ahli kecantikan pun saya berkecimpung di dunia pendidikan begitu juga dunia layangan, karena kita selalu membuat harmonisasi warna juga harus ada di layangan. Untuk art-nya tidak terlalu menyimpang antara membuat make up dan menghias layangan. Jauh sebelum saya membuka museum dan berkecimpung dalam dunia layangan, saya sudah sangat cinta pada layang-layang. Sejak dulu entah kenapa saya selalu memberikan buah tangan layang-layang bagi teman-teman yang pulang ke negaranya dan mereka senang. Saya juga senang mengkoleksi layangan. Jumlah koleksi layangan yang sudah terlalu banyak dan karena rumah disini dulu kosong serta saya aktif di berbagai perkumpulan lalu saya memutuskan untuk membuat rumah ini sebagai museum dan kegiatan untuk berlayang.

Mengenai koleksi dan kegiatan-kegiatan di Museum Layang-layang?

Museum ini berdiri diatas tanah seluas 3000 m2 dengan koleksi layang lebih dari 500 layangan dari seluruh pelosok Nusantara dan Mancanegara, termasuk layang-layang tradisional dan modern. Mulai dari layang-layang miniatur yang berukuran 2 cm, hingga yang berukuran besar. Beragam kegiatan juga diselenggarakan di museum ini diantaranya adalah: pemutaran film, tur museum, membuat layang-layang, melukis layang-layang, membuat keramik, melukis payung dan membatik.

Berapa banyak komunitas layang-layang di Indonesia?

Hampir di 16 propinsi di Indonesia terdapat komunitas layang-layang dan di setiap propinsi juga terdapat banyak grup atau perkumpulan pelayang. Dalam 10 tahun terakhir perkumpulan-perkumpulan pelayang ini berkembang cukup pesat walaupun hingga saat ini mereka masih membutuhkan payung untuk memudahkan mereka dalam berhubungan dengan pemda setempat.

Layang-Layang juga bisa menjadi salah satu atraksi pariwisata?

Benar, no satu dari layang-layang adalah pariwisata. Tahun ini saja hingga bulan Juli, di Indonesia sudah digelar belasan festival layang-layang baik International, nasional maupun lokal, diantaranya di Aceh, Jakarta, Jogjakarta, Bali, Mataram, Pangandaran, Belitong, Tuban dan Malang

Yang kedua, layang-layang sebagai ekonomi, saat ini 100% penghasilan saya dari layang-layang untuk membiayai museum dan kegiatan saya. Penghasilan itu didapat baik itu dari pengunjung yang datang ke museum tanpa bantuan dari pemerintah. Saya sangat menghargai kepedulian dari sekolah terhadap layangan itu sudah ada. Saat ini dalam satu hari ada dua atau tiga sekolah yang datang ke museum yang buka setiap hari dari jam sembilan hingga lima sore.

Selain museum, kami juga memproduksi layang-layang dan membuat layang-layang besar untuk festival. Banyak juga yang memesan layang-layang dengan spesial order, dimana layangan tersebut dibuat sesuai dengan permintaan klien. Harga layangan berkisar mulai dari dua puluh ribuhan hingga puluhan juta.

Berarti Pelayang bisa disebut sebagai profesi sekarang?

Banyak teman-teman saya sekarang berprofesi sebagai pelayang, profesi yang bermula dari hobby namun karena tuntutan banyak orang yang memesan baik dalam maupun luar negeri akhirnya menjadi satu usaha industri pengrajin layang-layang. Dan pengrajin ini sudah tersebar diseluruh wilayah Jakarta, Depok, Bali, Surabaya, Jogjakarta, dan Tulung Agung.

Mengenai event bergengsi bagi Pelayang?

Salah satu event bergengsi yang dihadiri pelayang adalah di Perancis yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Namun banyak juga festival-festival yang digelar di banyak negara seperti di Malaysia, Brunei, Jepang dan lain-lain. Hampir disetiap festival yang diikuti oleh pelayang Indonesia di luar negeri, Indonesia selalu menang. Pada festival terakhir di pantai Dieppe, Perancis, pelayang dari Bali yang memenangkan festival. Kreativitas pelayang-pelayang Indonesia sangat luar biasa, layangan-layangan mereka kental dengan nuansa etniknya dengan campuran warna dan karakter yang kuat. Ini yang membedakan antara layang-layang Indonesia dengan layang-layang dari luar.

Event terdekat festival layang-layang di Indonesia?

Setelah Jakarta International Kite Festival bulan lalu, di Sanur Bali juga akan digelar festival layang-layang pada 5-7 Agustus, pelayang-pelayang Mancanegara juga akan hadir di festival ini.

Harapan mengenai dunia layang-layang ke depan?

Harapan saya untuk melestarikan layang-layang sudah berjalan, saya berharap pemerintah lebih ada sedikit melirik pada dunia layang-layang ini, karena bagaimanapun sudah menjadi duta bangsa dengan layang-layang. Layang-layang dapat menjadi salah satu promosi Indonesia. Dalam satu tahun, pelayang-pelayang Indonesia bisa berlayang ke lebih 10 negara yang dikunjungi untuk memperkenalkan layang-layang Indonesia ke negera lain.***


Foto: Jan Dekker

* Diterbitkan juga pada Majalah Garuda edisi Agustus 2011

Monday, October 1, 2007

Energi Listrik Layang-layang


Angin sebagai generator listrik, pernahkah terpikirkan oleh Anda? Sebuah perusahaan di Italia bernama Sequoia Automations ingin merealisasikan ide ini dengan menggunakan mainan anak-anak yaitu layangan. Alat yang diberi nama KiteGen bekerja dengan cara mengaitkan layangan ke sebuah baling-baling raksasa untuk kemudian menjadi energi listrik. Selain lebih murah dan bersih, Sequoia memperkirakan KiteGen akan menghasilkan lebih banyak energi daripada pembangkit bertenaga nuklir.


(Sumber : Majalah Skala, Edisi 03/th II/Juni 2007)

Monday, August 6, 2007

Melayangkan Harapan

Minggu, 05 Agustus 2007


Melayangkan Harapan Mereka membuat layang-layang berukuran besar. Mereka mewarnainya. Mereka menorehkan cita-citanya di layang-layang itu dan menerbangkannya.

Tiap orang tentu punya cita-cita. Begitu pula teman-teman kita yang orang tuanya kurang berpunya secara finansial. Di hati kecilnya, sahabat belia tersebut memendam harap akan masa depan yang lebih baik.
Alfi Nurjayanti, contohnya. Pelajar kelas lima SDN 01 Tanjung Barat, Jakarta Selatan ini ingin sekali menjadi perawat. ''Nanti, saya mau sekolah perawat saja kalau sudah lulus SMP,'' ujar gadis cilik kelahiran 24 Maret 1996.

Mengapa tertarik dengan profesi perawat? Alfi rupanya terkesan dengan kesabaran dan keramahan para perawat yang membantu pulihnya kondisi kesehatan saudaranya yang dirawat di rumah sakit. ''Saya nggak takut lihat darah, lho,'' kata Alfi yang senang berenang itu.

Diajak ke Pantai Carnaval, Ancol, oleh KKS Melati (sebuah kelompok kerja sosial berbasis di Jakarta), Alfi senang sekali. Ia berkesempatan menikmati keindahan pantai bersama rombongan anak dhuafa yang berjumlah 110 orang. ''Selain karena bisa nonton paus putih dan pergi ke Seaworld, saya juga bahagia bisa menerbangkan wishing kite,'' ucap Alfi yang paling suka pelajaran bahasa Inggris.

Wishing kite, apa sih? Namanya juga layangan, ya bentuknya tak jauh berbeda dengan layang-layang yang biasa sahabat belia mainkan. Bedanya, yang satu ini sengaja dibuat berukuran besar agar dapat memuat segala asa yang dituliskan para peserta wisata anak dhuafa dan anak jalanan KKS Melati.

Bekerja sama dengan Le Gong Kite Society dan Yayasan Masyarakat Layang-layang Indonesia, wishing kite diterbangkan ke angkasa oleh kakak-kakak relawan KKS Melati, Ahad (22/7) siang. Wishing kite melayang di angkasa bersama puluhan layangan yang memeriahkan Festival Layang-layang Internasional Jakarta. Di hari terakhir festival tersebut, wishing kite antara lain bertemankan layang-layang buatan Jerman, Jepang, Singapura, Swedia, dan layang-layang dari 15 provinsi di Indonesia.

Di wishing kite, mereka mengungkapkan profesi apa kelak yang ingin mereka tekuni ketika menapaki usia dewasa. Meski banyak jenis pekerjaan dituliskan di wishing kite, sejumlah profesi tampak menjadi pilihan favorit anak-anak. Sebagian besar ingin bekerja sebagai dokter, guru, pemain sepak bola, tentara, dan polisi.
Ingin menjadi tentara, Luki Prayoga yang gemar main layangan punya banyak 'saingan'. Cita-citanya seragam dengan sejumlah anak laki-laki lainnya. ''Saya suka melihat tentara dengan gerak-geriknya yang kompak,'' pelajar kelas lima SDN 01 Kamal, Jakarta Utara, itu beralasan.

Cipto Saputro mengekor di barisan calon dokter. Siswa kelas lima SDN 07 Ragunan, Jakarta Selatan, itu tak yakin hobi melukisnya dapat menjadi sumber penghasilan. ''Kalau jadi dokter kan enak, bisa merawat orang,'' kata Cipto berdalih. Dompet dokter lebih tebal, ya, Cipto? Belum tentu, dong!

Andre Pangestu berani keluar dari arus dan menuliskan kata 'pelukis' di wishing kite. Andre merasa dunia lukis tak bisa dipisahkan dari kehidupannya. ''Saya suka melukis,'' ungkap pelajar kelas lima Rumah Belajar Bersama DILTS Foundation, Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

Andre sebetulnya tak punya keluarga yang menginspirasikannya untuk menjadi pelukis. Kedua orang tuanya tidak piawai melukis. ''Biarpun begitu, saya tetap ingin menjadi pelukis profesional,'' kata Andre.

Sahabat belia lainnya, Ikah, berharap bisa menjadi sarjana. Saat ini, Ikah masih duduk di bangku kelas dua SMP Tahdzibun Nufus, Tegal Alur, Jakarta Selatan. Ikah cuma tersenyum dan menghindar ketika ditanya soal alasan pemilihan cita-citanya itu. Nggak usah malu, dong, Ikah! Itu harapan yang besar, kok. Semoga berhasil menggamit gelar sarjana, ya!

Apa Cita-citamu?

Hamdan: Pelukis

Nurul: Guru

Alfi: Perawat

Emen: Polisi

Dian: Desainer

Fahmi: Arsitek

Tiara: Reporter

Aji: Artis, penyanyi

Daya: Istri solehah

Yogi: Pemain bola

Mutiara: Pramugari

Tyah: Pengusaha sukses

Danang: Masinis

Fian: Musisi

Cipto: Pilot

Irma: Sekolah sampai perguruan tinggi

Dika: Astronot

Dian: Wanita karier

Ikah: Sarjana


[rei]

Friday, May 11, 2007

Festival Layang-layang International Jakarta 2007







Pantai Carnaval, Ancol
21 – 22 Juli 2007

Le Gong Kite Society
Jl. Setiabudi Barat No. 4
Jakarta Selatan 12910
Tel 021 522 4058 –525 1066
E-mail :
le-gong@centrin.net.id


Festival Layang-layang International Jakarta 2007 ke-14 ini akan dihadiri oleh para peserta yang berasal dari 10 negara di Asia dan Eropa, 25 klub layang-layang dari 15 propinsi di Indonesia. Pada festival kali ini jenis layang-layang yang akan ditampilkan adalah jenis layang-layang tradisional dan layang-layang kreasi baik dari dalam maupun luar negeri. Beragam acara juga akan digelar, diantaranya lomba kreasi layangan dua dan tiga dimensi, workshop layang-layang untuk anak-anak dan ekshibisi layang-layang dari seluruh peserta. [v]



Thursday, May 10, 2007

Layang-layangku

TARIK… ULUR… BEGITU SELANJUTNYA BERULANG KALI. SIAPA YANG TAK KENAL DENGAN PERMAINAN SATU INI. BERMAIN LAYANG-LAYANG, PERMAINAN YANG MENGASYIKAN DI TANAH LAPANG, SALING MENGULUR TALI, MENARIK KEMBALI, SEMENTARA DI UJUNG ATAS SANA DEKAT DENGAN AWAN PUTIH YANG BERARAK, LAYANG-LAYANG SEPERTI MENARI DENGAN INDAHNYA DI ANGKASA BERSAMA ANGIN, MATAHARI, AWAN DAN BURUNG-BURUNG.

Minggu (15/4) di Melati Taman Baca (MTB) Ampera, anak-anak belajar tentang layang-layang. Ini bukan kali pertama KKS Melati mengajak anak-anak mengenal dan belajar tentang layang-layang. Pada tahun 2005 lalu bersama 100 anak jalanan di Jakarta, KKS Melati mengajak mereka berkunjung ke Museum layang-layang di daerah Pondok Labu Jakarta Selatan pada kegiatan bertajuk Outing Anak Jalanan. Tidak hanya melihat beragam layang-layang berukuran kecil dan besar, membuat dan menghias layang-layang pun menjadi salah satu pengalaman menarik bagi mereka. Bahkan ketika satu tahun berselang, Rita, yang bersekolah di Sekolah Anak Jalanan di bawah jalan tol Gedong Panjang bahkan masih mengingatnya dengan jelas, sepertinya itu adalah salah satu pengalaman paling indah dan menyenangkan.

Tepat pukul 09.55 WIB, Agus dari YMLI tiba di MTB untuk mengajarkan workshop mengenai layang-layang kepada anak-anak Melati Taman Baca. Walaupun anak-anak sudah terlihat tak sabar untuk belajar namun demikian kami harus bersabar untuk menunggu beberapa menit karena lingkungan MTB sedang dilakukan pengasapan demi mencegah penyakit deman berdarah. Setelah asap mereda, kami pun mulai bersiap-siap untuk belajar.

“Siapa yang pernah bermain layang-layang?” Agus memulai workshopnya dengan sebuah diskusi kecil mengenai layang-layang.

Hampir seluruh anak-anak mengacungkan tangan mereka. Dan dari semua anak yang berada di ruang taman baca itu, hampir semuanya belum pernah membuat layang-layangnya. Diskusi kecil menjelang siang mengenai layang-layang itu memang menyenangkan, anak-anak terlihat antusias dan bersemangat, bahkan Reza yang memang paling antusias belajar diantara lainnya duduk di depan dan memperhatikan dengan seksama setiap hal yang dibicarakan. Pertanyaan-pertanyaan kecil mulai dari asal-usul layang-layang, bagaimana cara bermain layang-layang, hingga bertanya bagaimana menerbangkan layang-layang perahu phinisi yang tergantung di tengah-tengah ruangan taman baca pun mengalir tak ada habisnya. Agus menerangkannya dengan sabar satu persatu pertanyaan yang mereka tanyakan.

“Wah…. Sudah pergi kemana aja kak untuk bermain layang-layang? “ tanya Ajeng yang baru saja mengetahui Agus pernah pergi ke Eropa untuk sebuah festival layang-layang disana.

“Katanya… layang-layang bisa buat motret juga ya, bagaimana caranya kak? “ tanya Eno selanjutnya.

“Bikin layangan itu gimana sih kak?… trus layangan yang kita bikin itu bisa terbang ga ya?” tanya Reza sambil menunjuk layang-layang yang dibuatnya minggu lalu. Layang-layang raksasa untuk latihan Olimpiade Taman Baca Anak.

Agus adalah seorang pelayang yang bergabung di Le Gong sejak tahun 1998, sebuah kite event organizer yang sering mengadakan festival layang-layang. Berbagai festival layang-layang pernah dia ikuti baik di dalam maupun di luar negeri. Setelah berbincang-bincang mengenai layang-layang, pelajaran selanjutnya adalah membuat layang-layang. Agus mengajarkan cara membuat layang-layang kreasi bagus. Layang-layang yang pola kertasnya berbentuk seperti ikan pari sangat mudah dibuat, hanya dengan menempelkan dua bilah kayu yang telah disiapkan dan menempelkan kertas creppe sebagai buntutnya. Setelah semua layang-layang selesai dibuat, anak-anak pun sibuk membuat hiasan-hiasan cantik pada layang-layang mereka.

Sungguh menyenangkan pelajaran membuat layang-layang hari ini. Layang-layang yang dibuat oleh anak-anak MTB hari ini memang sedikit berbeda dari layang-layang yang sering dimainkan. Layang-layang dua dimensi ini ukurannya sedikit lebih kecil dari layang-layang aduan yang biasa ditemui di musim layang-layang. Rangkanya pun tidak menggunakan tali/benang. Hanya ditempelkan menyilang pada kertas. Buntut layangan diperlukan selain sebagai penghias juga berguna untuk keseimbangan bawah layang-layang. Layang-layang ini dapat diterbangkan dengan menggunakan satu tali kama.

Ketika anak-anak hendak mencoba menerbangkan layang-layang mereka didepan taman baca, mas Agus pun mengingatkan untuk hati-hati, karena saat ini kebanyakan benang layang-layang dilapisi oleh serbuk besi sehingga berbahaya jika bermain layang-layang dekat dengan kabel listrik. Jika terjadi pergesekan antara benang layang-layang dengan kabel, kemungkinan tersengat oleh aliran listrik sangat besar dan berbahaya. Dianjurkan oleh Agus untuk bermain layang-layang di lapangan, sesuatu yang sulit dipenuhi.

Menemukan lapangan untuk bermain layang-layang di Jakarta saat ini sudah mulai sulit ditemui. Lapangan-lapangan di Jakarta telah menjadi pemukiman-pemukiman padat.Reza, Eno, Cipto dan Anggi pun berlarian ke luar taman baca, mencoba menerbangkan layang-layang kreasi bagus yang baru mereka buat.

Pelayang, mungkin sebuah profesi yang jarang didengar di masyarakat namun demikian profesi ini bisa menjadi pilihan hidup jika ditekuni secara serius. Satu wawasan dan pengetahuan pun bertambah untuk anak-anak Melati Taman Baca hari ini. Siapa tahu seorang pelayang professional akan lahir disini ? [v]

Jakarta, 23 April 2007.


Terimakasih kepada :

1. Yayasan Masyarakat Layang-Layang Indonesia (YMLI)
2. Le Gong - kite event organizer
3. Mbak Ningsih
4. Ibu Sari Madjid
5. Mas Agus
6. Mas Jablo
7. Relawan-relawan KKS Melati




Bermain Layang-Layang

kuambil buluh sebatang
kupotong sama panjang
kuraut dan kupintal dengan benang
kujadikan layang-layang
berlari... bermain...
bermain layang-layang
bermain kubawa ketanah lapang
hati gembira dan riang....